Senin, 30 Mei 2011

analisis penyebab jatuhnya pesawat MA60


Penyebab tidak dapat terbangnya pesawat MA60 menurut ruang lingkup seorang teknisi
Karena pesawat MA60 asal china tidak memiliki standarisasi yang layak untuk terbang dan jika pesawat tersebut jatuh maka dari pihak
Pesawat MA60 diproduksi oleh Aviation Industry Corporation I (AVIC I) adalah perpanjangan dari Xian Y7-200A. Mesin pesawat ini menggunakan dua mesin Turboprop Pratt & Whitney Canada PW127J, 2,051 kW.

"Meski buatan China pesawatnya, tapi tidak semua komponennya buatan China.
Analisa saya kecelakaan itu kan disebabkan 3 hal, manusia, mesin dan cuaca. Manusia itu pilot dan teknisi. Mesin itu pesawatnya, dan cuaca adalah kondisi alam yang tidak bisa diubah, seperti hujan, mendung, dan sebagainya.
Di televisi saya nonton, pesawat ini baru 10 bulan dan baru sekitar 600 jam terbang. Ini masih seperti barang baru yang masih dibungkus plastik. Peristiwa di Kaimana itu, peristiwanya persis seperti yang terjadi di Sorong pada 1993. Ini juga dialami Merpati dengan pesawatnya, Fokker 28 MK 3000 PKGSU. Saat terjadi crash, towernya juga melihat.
Saat kritikal itu adalah pada saat ada perubahan dari terbang instrumen (pakai GPS) ke terbang visual. Saat terbang instrumen, pilot tidak perlu melihat ke luar. Khusus Kaimana, prosedur pendaratan itu visual, tidak ada prosedur pakai instrumen landing. Alat bantu navigasinya non-directional beacon, yakni seperti pemancar AM, hanya memberi panduan ke arah airpot, tidak bisa navigasi presisi.
Saat sampai di atas Kaimana dan cuaca tidak baik, runway ini antara kelihatan dan tidak. Begitu akan mendarat, tower memberi clearance landing. Nah, pilot fokus melihat runway, dan saya kira pilot tidak bisa membedakan mana langit dan mana laut karena semuanya abu-abu. Kalau tanah itu masih kelihatan gelap hijau.
Kalau pilot dan kopilotnya sama-sama mencari runway, mau membelok pun mereka tidak sadar. Ketika keduanya melihat ke luar, tidak sadar pesawat telah berbelok lebih dari 30 derajat. Kemungkinan ada spatial disorientation. Kalau sudah belok lebih dari 30 derajat maka hidung pesawat dulu yang turun atau menukik.
Bayangkan Anda masuk ke kamar gelap, lalu nyalakan lilin. Seberapa jauh daerah lainnya Anda tidak tahu, karena yang terlihat hanya daerah sekitar lilin. Ini biasa terjadi di airport yang approach areanya adalah air.
Mungkinkah mereka kurang persiapan sebelum terbang, sehingga tidak mendapat informasi memadai?

Di pesawat tentu ada pilot dan flight operation officer (FOO). FOO tugasnya memberikan rencana penerbangan, cuaca sepanjang perjalanan dan tujuan. FOO memberikan data cuaca dari kantor BMKG. Selain itu ada juga Notam (Notice to Airman) yang menjelaskan kondisi di luar bagaimana. FOO dan pilot mendiskusikan Notam juga. Misalnya apabila ada cuaca di tujuan yang kurang baik, apakah perlu menambah bensin tidak. Dengan mengetahui beban pesawat, dipastikan bisa tidaknya menambah bahan bakar pesawat.

Pilot juga punya checklist untuk diri sendiri. Pilot tahu dirinya harus segar dan sehat. Kalau tidak sehat bilang saja. Lalu info cuaca bisa didapat segera dari satelit BMKG. Pasti dipertimbangkan jika di tempat tujuan sedang hujan, maka pesawat bisa berputar-putar dulu untuk menunggu hujan reda. Kalau belum reda juga, bisa menunggu di bandara alternatif. Semua itu sudah menjadi bahan diskusi FOO dan pilot.

Kecepatan terbang pesawat ini maksimal 514 kilometer per jam (278 knots, 319 mph). Dengan kecepatan itu, pesawat mampu terbang dengan ketinggian 7.620 meter karena ditopang dengan dua mesin Turboprop .